Pasangan GBP/USD anjlok posisi 1.4 % ke posisi 1.2390-an pada perdagangan hari ini 13/3, membukukan rekor terendahnya semenjak bulan Oktober 2019.
Sterling jua ambruk sampai lebih dari 0.7 % terhadap mata uang Euro, mendukung pair EUR/GBP meraih rekor tertinggi dalam enam bulan dalam posisi 0.8938.
Pada saat itu terjadi aksi jual massal memasuki bursa saham dunia yang akhirnya berimbas tidak baik secara disignifikan terhadap Poundsterling.
Aksi jual massal membuat semua bursa saham global bersimbah darah sejak hari Kamis. Panic selling yang terus berlanjut hingga hari ini, semakin mendesak harga aset-aset keuangan misalnya Pound.
Apalagi BoE telah mengurangi suku bunga sampai 50 basis poin, menghilangkan keunggulan yield Inggris dari pada mata uang lain dalam transaksi carry trade.
Akan namun, analis menilai Pound meiliki peluang untuk rebound di masa depan, segera selesainya gejolak bursa saham mereda.
Brexit berada pada hibernasi buat sekarang, memungkinkan GBP buat berfokus dalam tren global, istilah Kalam Sharma.
Seorang pakar taktik dari BofA Merrill Lynch, Sterling tidak kebal terhadap keruntuhan global dalam pasar beriisko, dan pelepasan carry trade secara militan sudah menandai pergerakan harga FX belakangan ini.
Sharma menambahkan, Pound dalam dasarnya telah jatuh pulang ke status tradisional-nya sebagai mata uang menggunakan defisit neraca transaksi berjalan/mempunyai target yang lebih tinggi.
Brexit nampaknya telah lenyap berdasarkan radar investor buat kini , karena dinamika pasar yang lebih luas malah menguasai.
GBP secara umum menjalani kontur episode risk off tradisional: mata uang dengan defisit laporan keuangan transaksi berjalan menampakan kinerja lebih buruk versus mata uang yang memiliki surplus neraca transaksi terus aktifitas semenjak 18 Februari.
Ke depan, aktor pasar akan mengamati langkah apa lagi yang akan diambil oleh pemerintah dan bank sentral Inggris dalam upaya mengahalangi imbas endemi virus Corona.
Dalam pertengahan minggu ini, pemerintah Inggris sudah merilis peluncuran anggaran ekstra secara spesifik buat menangani impak samping virus pada aktivitas ekonomi nasional.
Akan tetapi, sebagian aktor pasar frustasi dalam perilaku PM Boris Johnson yang dipercaya gagap dan serampangan pada menyikapi perluasan wabah virus Corona.
Baru-baru ini, Ia menyampaikan bahwa kurang lebih 10 ribu orang pada Inggris sudah terinfeksi padahal laporan resmi hanya menerangkan 798 perkara saja.