Keterangan dari Departemen Statistik China yang memberikan laporan data Inflasi Konsumen CPI pada bulan Februari yang bertambah 5.2 % dengan akumulasi tahunan.
Meskipun sedikit turun dibandingkan laporan CPI bulan sebelumnya yang sebesar 5.4 %, target inflasi dalam bulan ini masih bertahan di level tertinggi dari sejak beberapa tahun terakhir.
Tingkat inflasi konsumen yang semakin kuat disebabkan oleh masih tingginya kebutuhan warga China pada daging babi, pada tengah wabah virus Corona yang sempat menciptakan aktivitas ekonomi dalam beberapa kota lumpuh total.
Kelangkaan pasokan daging babi sendiri telah terjadi sejak tahun kemudian lantaran endemi demam babi Afrika yang menghabiskan setengah dari total populasi babi.
Dalam launching terpisah, Departemen Statistik China pula melaporkan data Inflasi Produsen PPI buat periode bulan Februari.
Sayangnya, laporan ini merosot ke -0.4 persen YoY dan berada di zona deflasi, lebih buruk berdasarkan forecast ekonom yang memprediksi -0.3 persen, jua turun menurut level periode sebelumnya yang 0.1 persen.
Kemerosotan Inflasi penghasil bulan kemudian disinyalir lantaran dipicu oleh turunnya permintaan pasar untuk beberapa barang seperti produk manufaktur dan alat berat, dampak merebaknya endemi virus Corona.
Kondisi ini tidak menutup kemungkinan, trend PPI China akan tetap berada pada zona deflasi pada bulan Maret. Pasalnya, sejumlah pabrik memberikan data bahwa permintaan belum pulang normal hingga saat ini.
Selain itu, animo CPI diprediksi akan tetap tinggi karena jumlah beberapa bahan makanan misalnya daging untuk saat ini masih sangat terbatas.
Perekonomian China kuartal pertama dalam tahun ini tengah diterjang risiko perlambatan relatif signifikan.
Bahkan, sejumlah ekonom melihat laporan GDP berpotensi tergelincir hingga berada pada bawah level 6 persen secara tahunan.
Padahal, pertumbuhan ekonomi sebesar 6 % itu saja sudah termasuk pencapaian terendah dalam beberapa dasa warsa terakhir.
